SIDOKERTO- Malam 29 atau yang juga dikenal sebagai Malam 9 pada akhir bulan puasa dianggap sebagai malam yang sakral bagi masyarakat Jawa. Pada malam tersebut, masyarakat Jawa memperingati momen penting dalam sejarah agama dan budaya mereka.

Malam 29 dianggap sebagai malam yang istimewa karena pada malam tersebut, masyarakat Jawa percaya bahwa pintu surga terbuka lebar. Oleh karena itu, pada malam tersebut, masyarakat Jawa beribadah dan memohon ampunan kepada Tuhan dengan harapan agar mereka diberkati di dunia dan akhirat.

Selain itu, malam 29 juga menjadi momen untuk mengenang dan merayakan keberhasilan para leluhur dalam mempertahankan kebudayaan dan agama Jawa. Pada malam tersebut, masyarakat Jawa melakukan berbagai ritual yang diwariskan oleh para leluhur mereka, seperti melakukan sholawat, membaca doa-doa khusus, serta menyediakan makanan dan minuman khas Jawa.

Beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti Solo, Jogja, dan Klaten, memperingati malam 29 dengan cara yang berbeda. Di Solo, misalnya, masyarakat melakukan tradisi "Nyadran", yaitu membersihkan makam para leluhur dan berziarah ke makam mereka. Sementara itu, di Klaten, masyarakat melakukan tradisi "Nduk Ngunduh Mantu", yaitu mengantar calon mempelai wanita ke rumah calon mempelai pria dengan menggunakan kereta kencana.

Meskipun tradisi di setiap daerah berbeda-beda, namun makna dan tujuan dari peringatan Malam 29 pada akhir bulan puasa tetap sama, yaitu sebagai momen untuk beribadah, memohon ampunan, dan merayakan kebudayaan dan agama Jawa.

Menurut Sutikno, seorang tokoh masyarakat di Sidokerto, "Peringatan Malam 29 menjadi momen yang penting bagi masyarakat Jawa untuk melestarikan kebudayaan dan agama mereka. Kami berharap tradisi ini dapat terus dijaga dan dilestarikan oleh generasi selanjutnya