Secara admistratif Desa Sidokerto terletak di wilayah Kecamatan Karangjati Kabupaten Ngawi dengan luas wilayah 2,72 Km2.
Desa Sidokerto terbagi menjadi Empat dusun yaitu Dusun Weru ,Dusun Samben I,Dusun Samben II dan Dusun Sambong dengan jumlah Penduduk 3280 jiwa,Topografi wilayah Desa Sidokerto merupakan Dataran Rendah yang sebagian besar bentangan Alamnya merupakan Persawahan dengan luasan kurang lebih 170 Ha yang menyebar di keempat.Dusun.hal tersebut yang mendorong sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian sebagai Petani.wilayah Desa Sidokerto juga dilalui Aliran Anak Sungai Bengawan Madiun yang menjadi batas Alam wilayah antar Dusun.
Di Wilayah Sidokerto Berdiri sebuah Pasar yang diduga telah digunakan sebagai aktivitas Perdagangan Sejak Masa Lampau,Pasar Samben yang lokasinya Strategis, Merupakan titik pertemuan Para Pedagang dari Wilayah Utara yaitu Kecamatan Bringin dan wilayah Selatan Kecamatan Pangkur.
Secara Historis Desa SIDOKERTO (yang dahulunya 3 Perbekelan Adat ) diperkirakan lahir sekitar ABAD KE-16,yang sangat Erat Kaitannya dengan Berdirinya Kerajaan Mataram Islam dimana Sutawijaya atau Panembahan Senopati ,memperluas kekuasan wilayah Mataram sampai kewilayah Timur,dengan membuka lahan,atau lebih dikenal dengan istilah Babad Alas,kuat dugaan lelehur ketiga Perbekelan tersebut berasal dari wilayah Kerajaan Mataram Islam (daerah Grobogan Jawa Tengah) yang memiliki jangkauan wilayah kekuasaan sampai wilayah Barat Jawa Timur,Desa Sidokerto merupakan bagian wilayah WIROTANMAN(yaitu Ngawi Ponorogo Magetan dan Madiun) yang sampai hari ini dikenal sebagai wilayah Mataraman.
Sidokerto dahulunya adalah gabungan tiga wilayah desa adat yaitu Perdukuhan Weru,Perdukuhan Kesamben dan Perdukuhan Sambong,Menurut cerita yang diturunkan secara turun temurun masing-masing wilayah memiliki leluhur sendiri,
Dukuh Weru yang merupakan dukuh tertua lahir sekitar abad ke-16 dimana salah satu Pengikut Retno Dumilah yang merupakan Penguasa Wilayah Madiun yg Bernama Duto Kresno,diberi tugas untuk membuka hutan belantara di wilayah Utara,karena diwilayah tersebut banyak ditumbuhi Pohon Weru,Maka daerah tersebut diberi Nama Dukuh Weru,Penamaan suatu tempat dengan nama Flora dan Fauna sangat lazim dan banyak digunakan masyarakat Jawa pada era masa lalu,hal itu terbukti dengan kebanyakan nama Desa /Desa Adat diambil dari nama Tumbuh-tumbuhan atau Pepohonan karena Pulau Jawa pada era Kerajaan Hindu-Buda sampai awal2 abad 14 berdirinya kerajaan2 Islam,masih didominasi Hutan Belantara.
Diwilayah Timur Dusun Weru ada sebuah tempat yang dikenal dengan Balong Jambe,Kata Balong memiliki arti wilayah cekungan dataran Rendah yang dahulu kala adalah Kawasan Rawa-Rawa,dan Jambe adalah sejenis pohon mayang yang dahulunya banyak tumbuh disekitar rawa-rawa.
Pada abad ke-18 tepatnya tahun1825-1830 terjadilah perang Jawa Perang ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara, melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Hendrik Merkus de Kock yang berusaha meredam perlawanan penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Akibat perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sementara korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Akhir perang menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.[7]
Pada kurun waktu tersebut banyak Pengikut dari Pangeran Diponegoro yang mengasingkan diri ke pelosok-pelosok daerah untuk melanjutkan perjuangan dengan melakukan syiar ISLAM,Salah satu Pengikut beliau yang bernama Abdus Salam melakukan penyebaran agama Islam di wilayah Ngawi yang dahulunya merupakan salah satu wilayah yang diklaim wilayah Kesultanan Mataram dibawah panji Pangeran Diponegoro,perjuangan Beliau diwilayah Timur dilanjutkan oleh murid beliau yang bernama Kyai Salam.
Konon Kyai Salam adalah sosok kyai yang memiliki karomah tinggi,ketika beliau kesulitan menemukan mata air pada saat membuka lahan untuk tempat tinggal pemukiman para pengikutnya,beliau mengambil sebatang bamboo dan ditancapkan dibawah sebatang pohon,disitulah muncul mata air yang sangat dikenal dengan sumur bumbung.
Wilayah Dukuh Samben atau Kesamben dahulu kala merupakan kawasan Hutan yang banyak didominasi Pohon Sambi,seperti daerah secara umum di wilayah jawa,Nama Dukuh Samben diambil dari kata Sambi atau pohon Sambi yang tumbuh mendominasi di wilayah itu.
Menurut beberapa cerita rakyat Gus Lasidin salah satu penderek beliau yang memberi nama salah satu tempat bersejarah di dukuh samben dengan nama Manyaran,istilah Manyaran diambil dari nama Sejenis Burung yang memiliki habitat di wilayah tersebut.
Selanjutnya Pembukaan Tanah Perdikan dilanjutkan ke Wilayah sebelah Utara Dukuh Samben,yang saat ini dikenal sebagai Dukuh Sambong.Istilah Sambong diambil dari kata Kombong,yang memiliki arti menginap, saat melaksanakan Pembukaan Lahan dikarenakan matahari mulai terbenam atau dalam bahasa jawa CANDIK OLO,Kyai Salam Beserta pengikutnya kemalaman dan akhirnya memutuskan untuk ngombong atau Menghinap ditempat tersebut.
Dahulu kala Dusun Sambong juga banyak didominasi Pohon Asam Jawa,yang sampai hari ini,beberapa pohon masih hidup lestari.Pohon –Pohon tersebut terjaga sampai hari ini sebagai pengingat bagi para generasi penerus bahwa kemudahan yang dinikmati hari ini merupakan hasil perjuangan para Leluhur Desa.
Pada tahun 1938 Masa Pemerintahan Hindia Belanda Undang-undang yang melandasi Peneyelenggaran Pemerintah Desa adalah INLANSCHE GEMEENTE ORDONANTIE (IGO)dan undang-undang tersebut masih diadopsi hingga disahkannya Undang-Undang Nomor 19 tahun 1965 tentang Desa Praja.
Desa Sidokerto sendiri merupakan hasil penggabungan Wilayah Dukuh Samben,Dukuh Weru dan Dukuh Sambong yang tergabung pada Masa Pemerintahan Lurah Martosentono (yang memimpin pada tahun 1918-1958)setelah dibelakukannya INLANSCHE GEMEENTE ORDONANTIE (IGO) tahun 1938.
Dikarenakan Desa Sidokerto Usia kelahirannya termasuk Muda Tidak Mengherankan kalau Nama Samben lebih Familiar dan lebih di kenal untuk sebagian besar orang-orang tua dulu atau orang dari luar wilayah.sebagai nama Desa Praja/Krajan
Pada masa sebelum tahun 1965,Kepala Desa/Lurah/bekel memiliki masa jabatan seumur hidup.dan setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979.masa jabatan Kepala Desa Mulai dibatasi .
Dalam Sejarah yang tercatat Sejak tahun 1768 hingga saat ini,Pucuk Pempinan Pemerintahan Desa Sidokerto telah Berganti Sebanyak 13 Kali:
Yaitu
Masa Pemerintahan Bekel Cokro Wiyono memerintah dari tahun 1768-1820
Masa Pemerintahan Bekel Karto Wiyono memerintah dari tahun 1820-1870
Masa Pemerintahan Bekel Joyo memerintah dari tahun 1870-1918
Masa Pemerintahan Bekel Martosentono memerintah dari tahun 1918-1958
Masa Pemerintahan Lurah Wiro Sukarto memerintah dari tahun 1958-1962
Masa Pemerintahan Lurah Bowo memerintah dari tahun 1962-1965
Masa Pemerintahan Lurah Kamiran memerintah dari tahun 1965-1975
Masa Pemerintahan Lurah Rakimun memerintah dari tahun 1975-1982
Masa Pemerintahan Lurah Soetarjo memerintah dari tahun 1982-1994
Masa Pemerintahan Kepala Desa Karno memerintah dari tahun 1994-2009
Masa Pemerintahan Kepala Desa PURWADI memerintah dari tahun 2009-2015
Masa Pemerintahan Kepala Desa IBNU MUNDIR memerintah dari tahun 2015-2021
Masa Pemerintahan Kepala Desa JUWANDI memerintah dari tahun 2021-Sekarang